Bagaimana Menghadapi Gerak Pasar?

Gambar
Saat saya menyebut kata "pasar", apa yang terlintas di kepala tuan dan puan sekalian? Kalo saya, tempat terjadinya jual-beli. Sejak manusia menemukan alat tukar bernama uang, seiring berjalannya waktu jenis pasar juga berkembang. Bahkan uang yang jadi penanda peradaban beralih dari sistem tukar-menukar, saat ini sudah juga diperjualbelikan. Inilah bukti bahwa peran pasar kian lekat dengan kita.   Klasifikasi pasar juga turut serta mengalami perkembangan. Jika mengacu pada salah satu kisah peradaban manusia karya Jared Diamond (Bedil, Kuman, dan Baja, W.W Norton, 1997), secara efektif pasar sangat berhubungan dengan keputusan manusia untuk tidak berpindah-pindah lagi. Transaksi antar kelompok yang tadinya terjadi saat kelompok lain berkunjung (kaum no maden), mendadak berubah 360 derajat. Terlebih jika beberapa kelompok tadi memutuskan menetap pada satu area atau wilayah. Pasar menjadi tempat bertukar atau barter.   Karena pasar sangat merekat dengan peradaban manusia, penemua...

Antara Kotak Kosong dan Nasib Daerah





Sebagai pembuka, kita akan bahas sebuah fenomena menarik terkait demokrasi di negeri ini. Kejadiannya terjadi dua tahun silam. Tepat di jantung kota provinsi Sulawesi Selatan. Bulan Juli 2018 jadi tak terlupakan bagi 1,5 juta penduduk kota Makassar. Saat Komisi Pemilihan Umum mengumumkan kemenangan kotak kosong dalam perhelatan kepala daerah disana.


Sontak khalayak terkesima dengan itu. Berbagai analisa muncul. Semuanya bersepakat, kota Makassar menorehkan sejarah baru dalam pesta demokrasi di Republik. Berawal dari aksi “borong” partai yang dilakukan oleh salah satu kandidat dan “pengkondisian” kandidat lawan untuk gagal ikut perhelatan ternyata memancing simpati publik. Bukti paling kelihatan dari itu semua adalah akumulasi suara pada 2.670 tempat pemungutan suara dimenangkan oleh kotak kosong.


Berbicara soal (kandidat) kotak kosong, medan laga yang tercipta sebenarnya tidak hanya terjadi di Makassar. Dari 171 daerah yang melakukan pemilihan pada tahun 2018, terdapat 10 kepala daerah melawan kotak kosong di tempat lain luar Makassar. Dari semua itu hanya kota Makassar yang menang kotak kosong.


Kemenangan kotak kosong menimbulkan banya tanda tanya. Terutama bagi partai politik. Salah satu sebab, karena lembaga inilah yang sejak awal mendaku sebagai salah satu penentu kualitas demokratisasi di Indonesia. Makanya jangan heran jika para analis politik menggaungkan kegagalan dari partai politik menjalankan fungsinya. Mulai dari kaderisasi hingga maraknya praktik politik uang jadi sumber segala kekacauan ini.


Dari sini saya kira kita bisa belajar. Kemenangan kotak kosong memberi kita nafas baru bahwa kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat. Seharusnya para bakal calon kepala daerah dan partai politik memiliki upaya lebih keras dalam menyiarkan pemahaman politik yang lebih luas kepada masyarakat. Karena dengan begitu, pilihan untuk mengedepankan kepentingan masyarakat diatas segalanya harus jadi prioritas.


Demokrasi dan Masa Depan Daerah

Jika kita lihat kembali rangkaian kejadian 2018 hingga kotak kosong menang di Kota Makassar, sebenarnya berakar pada dua kondisi. Simpati dan muak. Pemilik hak suara di kota yang dulu berjuluk Ujung Pandang dipertontonkan dagelan politik oleh para elit. Satu sisi, partai politik yang harusnya jadi tempat penetrasi pendidikan politik yang mumpuni jadi gagal.


Aksi “beli” semua partai politik oleh salah satu kandidat membuka mata masyarakat. Disaat bersamaan, para ketua partai tadi lupa jika partai politik bukan pemilik suara. Hak untuk memilih dikembalikan pada masing-masing dan penentuannya saat di bilik suara.


Belum puas dengan belanja partai, konon, kandidat yang sama juga jadi sebab bakal calon lawan urung muncul. Dilatari indikasi kasus korupsi, semuanya justru membikin rasa kasihan bergulir laiknya bola salju di kota Makassar.


Selain dua hal diatas, sebenarnya masih banyak penyebab proses demokrasi rusak di Indonesia. Salah satunya, praktik kepemimpinan. Kita mulai dari ini, sebabnya tidak sedikit para pemimpin atau kepala daerah yang tergoda untuk membangun dinasti di suatu daerah. Tetapi tidak sedikit juga pemilih didaerah yang sama justru mayoritas mendukung hal tersebut.


Belajar dari dua hal diatas, belum terlambat kiranya bagi para pemilik sah suara dalam setiap pesta demokrasi untuk memanfaatkan sebaik-baiknya suara yang dimiliki. Karena jika salah pilih, masa lima tahun menanggung akibat dari itu bagi saya terlalu lama.


Demikianlah sebuah analisis serampangan dari saya. Jika kurang berkenan, saya mohon maaf. Namanya juga analisis serampangan.

Wasalam

Komentar

Total Tayangan Halaman

Postingan populer dari blog ini

Jangan Nakal kalau Bodoh

THANOS PULANG KAMPUNG