Bagaimana Menghadapi Gerak Pasar?


Saat saya menyebut kata "pasar", apa yang terlintas di kepala tuan dan puan sekalian? Kalo saya, tempat terjadinya jual-beli. Sejak manusia menemukan alat tukar bernama uang, seiring berjalannya waktu jenis pasar juga berkembang. Bahkan uang yang jadi penanda peradaban beralih dari sistem tukar-menukar, saat ini sudah juga diperjualbelikan. Inilah bukti bahwa peran pasar kian lekat dengan kita.

 

Klasifikasi pasar juga turut serta mengalami perkembangan. Jika mengacu pada salah satu kisah peradaban manusia karya Jared Diamond (Bedil, Kuman, dan Baja, W.W Norton, 1997), secara efektif pasar sangat berhubungan dengan keputusan manusia untuk tidak berpindah-pindah lagi. Transaksi antar kelompok yang tadinya terjadi saat kelompok lain berkunjung (kaum no maden), mendadak berubah 360 derajat. Terlebih jika beberapa kelompok tadi memutuskan menetap pada satu area atau wilayah. Pasar menjadi tempat bertukar atau barter.

 

Karena pasar sangat merekat dengan peradaban manusia, penemuan mesin uap tentu berdampak pada keberadaannya juga. Momen tersebut kita kenal dengan nama revolusi industri. Apalagi menurut Marx, nilai yang (ditentukan) terkandung pada uang berdampak ke kondisi keterasingan manusia. Ini juga menjadi salah satu tanda pengelompokan penjual dan pembeli, menjadikan relasi kuasa ambil bagian.

 

Jika kekhawatiran si jenggot tebal penarik gerbong sosialisme ini mengacu pada revolusi industri 1.0, bagaimana dengan bentuk pasar hari ini? Banyak ahli ekonomi berkata jika tidak ada perubahan siginifikan. Meskipun revolusi industri telah memasuki fase kelima (5.0). Saya kira, disinilah teori bapak evolusi dunia (Charles Darwin) mengambil tempat.  Menurut murid kesayangan pendeta Jhon Stevens Henslow ini; pemenang dalam setiap persaingan hidup di planet ini   bukan yang terkuat, tapi mereka yang mampu bertahan untuk hidup.

 

Mari kita buktikan.

 

Faktanya, selain hidup berdampingan dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan, saat ini manusia juga "berteman" akrab dengan mesin. Meski tidak sebesar mesin uap purwarupa buatan James Watt, kita (manusia) secara tidak sadar sudah menggantungkan hidup dengan itu. Lihat saja benda kecil bergelar gawai pintar. Dengan sistem bernama android yang tertatanam didalamnya, menjadikan kita seolah tidak berdaya saat tidak berada di dekatnya.

 

Pertanyaannya sekarang, bukan siapa yang berada di puncak rantai makanan, tetapi apa yang ada di atas sana?

 

Apakah kita bisa kembali memposisikan benda kecil berukuran 4 inci dan tipis ini sebatas alat saja? menurut saya bisa. Sekali lagi, BISA! Caranya banyak. Salah satunya memanfaatkan gawai sebatas keperluan saja.

 

Saya ambil contoh, proses jual-beli. Sejak sistem operasi bernama Android ini mulai dikenal dan jadi elemen kunci pada alat komunikasi kita, seturut dengan itu, tercipta juga jenis pasar baru. Pasar dalam jejaring (DARING). Biasanya orang menyebut dengan istilah (Inggris); Marketplace. Karena inti dari pasar adalah tempat proses jual-bei terjadi, di daring juga hampir tidak jauh berbeda. Kecuali keadaan pembeli dan penjual bertemu langsung (tatap muka), pasar daring menggunakan juga uang sebagai alat tukar.

 

Kondisi inilah yang sepakat atau tidak, memaksa kita semua untuk beradaptasi. Apalagi sejak setahun silam, saat pagebluk secara merata menghampiri semua negara di Dunia. Keberadaan pasar daring jadi pilihan untuk memperoleh kebutuhan tanpa harus berinteraksi langsung dengan orang lain. Saya kira ini bisa jadi tanda untuk kita semua bahwa, pilihan yang alam berikan hanya satu, BERADAPTASI. Termasuk juga dengan benda bernama telepon seluler pintar (ponsel pintar) di saku kita.

 

 Saya sendiri, pertama kali mengenal atau bersentuhan dengan sistem pasar daring sejak sepuluh tahun silam. Waktu itu, masih melalui media sosial dan belum ada sebuah sistem baku seperti sekarang. Pembeli dan penjual bertemu langsung lewat akun pribadi media sosial. Karena tempat berjualan daring belum tersedia, para penjual masih memanfaatkan akun masing-masing. Saya analogikan, sepuluh tahun lalu, pembeli seperti membuka warung di rumahnya.

 

Kondisi ini tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Diantaranya, antara pembeli dan penjual butuh tenaga lebih besar untuk mencari. Bayangkan saja, ketika itu jejaring belum secepat sekarang. Ini belum termasuk, kondisi luar biasa seperti cakupan layanan penyedia komunikasi tidak merata. Perkirakan saja, waktu dan uang yang akhirnya dikorbankan.

 

Waktu berlalu. Memasuki dasawarsa kedua milenium ketiga ini, sistem pasar daring kemudian tumbuh. Saya kemudian beralih dari mencari penjual (orang) ke sistem pasar tadi. Berbentuk program komputer mini untuk bisa masuk pada ponsel pintar, kemudian menghiasi gawai milikku.

 

Oh iya, sejak saya sudah bisa cari uang sendiri, benda yang dari dulu selalu jadi incaran saya adalah buku. Jujur saja, ini ada hubungannya dengan masa lalu saat berstatus mahasiswa. Waktu kuliah dulu, saya termasuk mahasiswa penyuka buku perpustakaan. Saking senangnya dengan buku-buku disana, bersama beberapa teman-teman mendirikan sebuah sekte bernama "Kleptomania Pustaka". Awalnya hanya beberapa orang. Lambat laun, ternyata ada banyak penganut sekte ini tersebar.

 

Dalam pikiran penganut sekte ini, semua buku di perpustakaan adalah milik mahasiswa. Makanya, tidak salah jika kami merasa terpanggil untuk memiliki secara langsung satu-dua buku tanpa meminta ijin atau berstatus pinjam.

 

Namun semua itu hanya terjadi jaman dahulu (2000-2006). Sejak 2007, setiap bulan saya sudah terbiasa menyisikan sejumlah uang untuk memiliki buku. Entah sudah berapa banyak uang sudah saya konversi dalam bentuk buku.

 

Kembali ke pasar daring. Sejak dan paham dan terbiasa dengan system ini, kunjungan lewat daring di beberapa pasar ini meninggalkan berbagai pengalaman juga. Mulai dari: saat pertama kali belanja dari dengan angka hingga jutaan rupiah, hingga tertipu oleh penjual daring. Semuanya sudah saya lewati.

 

Sejak beberapa tahun belakangan, pertumbuhan jumlah jenis pasar daring menunjukkan angka yang bagus. Masing-masing memberikan tawaran yang menggiurkan. Bahkan semuanya sudah memberi tanda lewat warna pada para konsumen untuk membedakan antara satu dengan lainnya. Ada berjuluk si merah, si hijau, dan si oranye. Semuanya karena warna yang dominan pada tampilan layar masing pasar daring ini.

 

Adalah akhir tahun 2012 untuk pertama kalinya saya jadi pelangan setia salah satu pasar daring tadi. Pasar berjuluk si merah ini, jadi pilihan saya ketika itu. Lagi-lagi bukan karena tidak ada opsi lain. Ini semata karena jenis buku yang tersaji disana saya rasa lengkap. Ditambah lagi, saya tidak perlu ke toko (fisik) buku hanya untuk melihat buku yang saya incar. Karena sejak saya sarjana, sering berada di tempat terpencil dalam rangka kerja.

 

Karena menurut Darwin daya adaptasi adalah kunci untuk berada di puncak rantai makanan, persaingan antara pasar daring ternyata juga tercipta. Satu-satunya pihak yang paling diuntungkan dari kondisi ini adalah konsumen. Bagaimana tidak? Ketika berbagai system pasar berbasis algoritma ini saling terkam demi sebuah kata “ketertarikan”, kedudukan pelanggan dibuat “seolah” pasif, laiknya wasit perkelahian. Hanya menilai siapa jadi pemenang medan perang disana.

 

Ini juga jadi sebab kenapa saya beralih dari toko daring si merah ke si oranye. Secara garis besar sebenarnya semua toko daring tidak jauh berbeda tawarannya. Diskon besar-besaran, gratis bea kirim, hingga garansi keaslian. Tidak ketinggalan juga berbagai jenis jualan mereka persembahkan. Singkatnya, alih-alih ingin jadi terdepan, sampai-sampai semua tetek bengek dalam kehidupan kita mereka tampilkan di etalase daring. Sekali lagi, ini keuntungan buat kita (pelanggan). Tanpa perlu meninggalkan tempat atau rumah, berbagai tawaran tadi sudah bisa kita lihat lewat gawai pintar masing-masing.

 

Terkait alasan saya beralih dari si merah ke si oranye bisa dirangkum lewat empat poin dibawah:

 

Pertama, kemudahan. Berdasarkan pengalaman, dibandingkan dengan si merah, pasar daring oranye ini relatif lebih stabil dalam system algoritma. Apalagi jika saat pertama masuk dan bergabung kita menggunakan komputer atau laptop. Terutama untuk mereka yang punya kendala pada gawai. Entah penglihatan atau pemahaman system kerja.

 

Kedua, penawaran. Meski saya juga terdaftar di pasar daring lain, lebih sering saya berbelanja di sioranye. Tentunya sebagai pelanggan tetap punya kuasa untuk menentukan tempat saya menukar uang dengan benda yang diinginkan. Sioranye tadi jadi menarik lebih karena ragam tawaran didalamnya. Mulai dari sistem bayar di tempat hingga gratis ongkos kirim. Tidak hanya itu, tampilan warna dominannya juga sangat membekas diingatan.

 

Ketiga, harga. Sejujurnya, ini jadi alasan semua pembeli. Selalu cari yang murah. Dan bukan saja murah, tetapi berkualitas. Dan si oranye memberikan dua hal tersebut. Ambillah contoh salah satu toko baju Wanita ini. Saya lihat paling banyak angka kunjungan jika dibanding toko jenis lain disana. Bukankah bisa jadi tanda jika mereka adalah pemenang hati kaum pemilik kemampuan menawar diatas rata-rata?

 

Keempat, variasi pilihan jualan. Sebagai sebuah pasar daring, si oranye bisa dibilang cukup lengkap. Sebagai gambaran, disana terdapat toko perlengkapandekorasi, toko baju dan perlengkapan  pria, hingga toko kebutuhan sehari-hari. Disana juga ada barisan toko hobby dan elektronik

 

Sangat mumpuni bukan? Jika si oranye ini punya fisik, akan berbentuk laiknya bangunan sangat luas dengan jumlah lantai hingga ratusan. Empat alasan diatas mungkin sangat pribadi sifatnya. Sekali lagi bukan dalam rangka melakukan promosi, karena saya tidak punya toko disana. Tulisan ini lahir hanya berangkat dari niat untuk berbagi pengalaman di era daring sekarang ini. Terutama bisa jadi pegangan agar terhindar dari pengaruh buruk alat atau robot. Menggunakan alat sejatinya alat jadi tujuan utama saya.

 

Untuk membantu tuan dan puan dalam melakukan penilaian atas apa yang saya tulis diatas, setiap huruf berwarna biru merupakan tautan ke si oranye. Jika masih kesulitan juga, dibawah ini saya bagikan tautan serupa yang berisi pengelompokan berdasarkan jenis jualan. Silahkan klik dan nilai tentukan benar-tidak perkataan saya diatas.

 

Semoga membantu. Tabik!

 

Pasar daring si oranye

Toko Baju Wanita

Toko Baju Pria

Toko Kelontong

Toko Hobi:

Hobi 1

Hobi 2

Hobi 3

Hobi 4

Hobi 5

Hobi 6

Hobi 7

Hobi 8

Hobi 9

Hobi 10

 

 

Total Tayangan Halaman

Postingan populer dari blog ini

Antara Kotak Kosong dan Nasib Daerah

Jangan Nakal kalau Bodoh

THANOS PULANG KAMPUNG